internet

Rabu, 10 November 2010

Kisi-Kisi Debat Bahasa Indonesia SMK Th.2010




Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Kementerian Pendidikan Nasional
2010

A.      Latar Belakang

Kegiatan debat dalam Bahasa Indonesia dengan mengikuti suatu pola atau aturan tertentu dapat dikatakan belum menjadi tradisi dalam kehidupan intelektual maupun dalam keseharian. Belum terjadinya suatu perdebatan yang elegan di ranah pemerintahan maupun di parlemen, seperti yang tertayang di televisi, setidak-tidaknya merupakan suatu gambaran bahwa laku berdebat belum menjadi bagian dari sistem komunikasi di Indonesia, baik dalam tingkat kelembagaan maupun personal. Sekaitan dengan kenyataan tersebut maka gagasan untuk mengadakan lomba debat dalam bahasa Indonesia merupakan sebuah kebutuhan, terlebih lagi jika dikaitkan dengan dunia pendidikan.
Dalam Bahasa Inggris, debat formal atau lomba debat, sudah merupakan suatu kebiasaan intelektual, baik di negara-negara berbahasa Inggris maupun bahkan juga di negara yang bukan berbahasa-ibu Bahasa Inggris, seperti di Indonesia. Tentu merupakan hal yang sangat kurang positif jika di negara seperti Indonesia yang dalam praktik pemerintahan maupun dalam kehidupan sehari-hari menggunakan Bahasa Indonesia, para siswa, utamanya di sekolah menengah, kurang atau malahan tidak mampu berdebat dengan Bahasa Indonesia yang formal. Dalam hubungannya dengan hal ini, maka debat Bahasa Indonesia, khususnya bagi siswa Sekolah Menengah Kejuruan dari seluruh provinsi di Indonesia, akan diselenggarakan.


B.      Tujuan

Tujuan diadakannya debat Bahasa Indonesia untuk siswa SMK ini adalah:

1.                             melatih kemampuan Bahasa Indonesia siswa dalam ragam resmi sebagai sarana komunikasi formal dan intelektual;
2.                             menunjukkan kepada siapa saja bahwa Bahasa Indonesia pada dasarnya sederajat dengan bahasa lain, yang mempunyai kemungknan untuk dipergunakan dalam suatu debat yang elegan dan bercita rasa memadai; serta
3.       mengondisikan dunia pendidikan pada umumnya bahwa Bahasa Indonesia merupakan suatu bahasa yang lengkap, yang salah satu fungsinya dapat dipergunakan sebagai sarana berdebat.


C.      Topik

Mengingat bahwa pemakaian bahasa mengalami perkembangan dan dinamika yang pesat—termasuk Bahasa Indonesia—maka dalam konteks Debat Bahasa Indonesia ini topik yang ditentukan dan ditawarkan kepada calon peserta debat berkenaan dengan permasalahan Bahasa Indonesia itu sendiri.
Topik-topik tersebut adalah sebagai berikut.
1.       Fenomena “bahasa gaul” di Indonesia.
2.       Bahasa SMS dewasa ini.
3.       Bahasa sinetron kita.
4.       Permasalahan singkatan dan akronim dalam Bahasa Indonesia.
5.       Ragam “bahasa parlemen” dan “bahasa perundang-undangan”


D.      Materi

Topik debat yang telah disebutkan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Kelompok A (Fenomena “bahasa gaul” di Indonesia, Bahasa SMS dewasa ini, Bahasa sinetron kita) untuk babak penyisihan dan Kelompok B (Permasalahan akronim dalam Bahasa indonesia, Ragam “bahasa parlemen” dan “bahas perundang-undangan ”) untuk babak semifinal dan final.


E.       Kisi-kisi Materi

I Kelompok A

1.       Fenomena “bahasa gaul” di Indonesia

·                  Kesenjangan berbahasa antara anak muda dengan orang dewasa atau orang tua, akhir-akhir ini, dapat dikatakan cukup lebar, Kalangan dewasa atau tua sering merasa kewalahan atau bahkan tidak mampu memahami bahasa—utamanya pilihan kata—yang dipakai oleh anak-anak muda dalam komunikasi sehari-hari.
·                  Kata seperti “bete” untuk menggambarkan ‘hati yang sedang tidak nyaman atau galau’, “jaim” yang sesungguhnya akronim dari “jaga imaji” tetapi maknanya sudah melebar kepada arti ‘bergaya’, “cupu” yang merupakan singkatan dari ‘culun punya’ untuk menggambarkan seorang anak yang bertampang kampungan atau dari desa, “melow” untuk menggambarkan ‘suasana hati yang sedang sedih atau bermasalah’, atau “anjrit” yang merupakan umpatan dari kata “anjing” yang disimpangkan, tidak sepenuhnya langsung dapat dipahami oleh orang dewasa atau tua.
·                  Bahasa gaul yang banyak mengambil kosakata dari kalangan tertentu, seperti “akika” untuk ‘aku’ atau “Titi DJ” untuk ‘hati-hati di jalan’ tidak selamanya efektif, khususnya bagi penutur bahasa dari kalangan tua.





·                  Berkenaan dengan “bahasa gaul” ini akan timbul sejumlah pertanyaan.
ü                         Mungkinkah “bahasa gaul” ini akan merusak Bahasa Indonesia?
ü                         Haruskah dibuat peraturan agar siapa saja dilarang menggunakan “bahasa gaul”?
ü                         Apakah “bahasa gaul” hanya milik orang kota?
ü                         Apakah penutur bahasa—khususnya anak muda—di semua daerah di Indonesia akan memahami “bahasa gaul” Jakarta, misalnya; ataukah setiap daerah akan mempunyai “bahasa gaul” sendiri?
ü                         Apakah “bahasa gaul” perlu diajarkan di sekolah atau masuk kurikulum?

2.       Bahasa SMS dewasa ini

·      Sejak populernya ponsel di Indonesia dan istimewanya di kalangan anak muda, sejak itu pula terjadi “revolusi” dalam berkomunikasi.
·                  Dalam pesan yang disampaikan melalui ponsel, tidak lagi banyak kata yang ditulis lengkap, melainkan disingkat, seperti “q”, “aq”, “w”, “ak”, atau “gw” untuk persona “aku” atau “saya”. Contoh lainnya sangat banyak.
ü        Adakah singkatan kata dalam bahasa SMS itu selalu efektif atau berkemungkinan menimbulkan salah paham?
ü        Bagaimana jika “bahasa SMS” itu ditulis lengkap?
ü        Bagaimana jika kebiasaan ber-“bahasa SMS” itu diterapkan dalam makalah di sekolah?
ü        Sesuaikah “bahasa SMS” itu bagi semua kalangan dan dalam berbagai situasi?
ü        Apakah “bahasa SMS” harus dilarang?

3.       Bahasa sinetron kita

·                  Sinetron adalah program di televisi Indonesia yang paling banyak mendapat perhatian dari pemirsa namun banyak yang menyayangkan segi bahasanya, terutama dalam dialog atau percakapan.
ü        Apakah bahasa sinetron harus memakai bahasa khusus?
ü        Bagaimana kalau bahasa dalam sinetron bersifat formal?
ü        Bagaimana pula jika sinetron Indonesia lebih banyak memakai “bahasa gaul” atau “bahasa Jakarta”?
ü        Adakah “bahasa sinetron” memang mencerminkan bahasa keseharian di Indonesia?
ü        Adakah pengaruh negatif, atau juga positif, dari “bahasa sinetron” bagi perkembangan Bahasa Indonesia di masa datang?
ü        Haruskah “bahasa sinetron” diseragamkan?
ü        Sudah cukup kreatifkah dialog dalam “bahasa sinetron” kita?

II Kelompok B

1          Permasalahan singkatan dan akronim dalam Bahasa Indonesia

·      Singkatan berbeda dengan akronim. Jika singkatan adalah penyingkatan sejumlah frase yang diambil huruf pertamanya saja dan tidak dapat dibaca sebagai sebuah kata, maka akronim dapat berupa penyingkatan yang diambil hanya dari huruf pertama maupun juga dari gabungan huruf dan suku kata serta dapat dibaca sebagai sebuah kata. Contoh singkatan adalah “TNI” sedangkan akronim adalah “Akabri”.
·      Banyak yang berpendapat bahwa akronim setiap hari lahir; ada yang langsung dapat dipahami oleh khalayak, seperti “curhat”, namun lebih banyak yang membingungkan meskipun akronim itu menyangkut hajat hidup orang banyak. Contoh untuk ini adalah “minah” yang ternyata akronim dari “minyak tanah” atau “curcol” yang ternyata berasal dari “curhat colongan”. Contoh terakhir ini lebih membingungkan sebab “curhat” sendiri adalah sebuah akronim. Di masa lalu, hal seperti ini juga terjadi seperti AMD yang berasal dari ABRI Masuk Desa”.
·      Lahirnya banyak singkatan atau akronim adalah gejala tidak sehat dari suatu bahasa. Sejumlah ahli menyatakan bahwa ketidaksehatan bahasa itu menunjukkan bahwa bahasa bersangkutan adalah bahasa yang belum dewasa.
·      Banyaknya singkatan atau akronim yang muncul di dalam Bahasa Indonesia juga menyiratkan bahwa kosakata atau istilah dalam Bahasa Indonesia cenderung tidak ringkas dan kurang mengandung konsep.
·      Namun demikian, banyak pula yang berpendapat bahwa munculnya banyak singkatan atau akronim itu karena aspek kemalasan pada diri orang Indonesia; maunya hanya serba cepat.

2.   Ragam “bahasa parlemen” dan “bahasa perundang-undangan”

·      Belum lama ini para pemirsa televisi dapat menyaksikan secara langsung perdebatan di parlemen Indonesia berkenaan dengan sejumlah kasus, termasuk kasus Bank Century. Dalam dengar-pendapat itu pemirsa dapat menyimak dengan baik banyaknya pilihan kata yang dipakai oleh para anggota dewan yang sebagian besar ucapannya kurang santun dan cenderung sangat kasar. Bagaimana seharusnya para anggota dewan memilih kata atau berbicara dalam suatu forum formal dan disiarkan secara nasional oleh sejumlah televisi?
·      Sidang di parlemen adalah sidang resmi dan oleh karena itu apa pun masalah yang dibicarakan harus dikemukakan secara resmi dan formal.
·      Dimungkinkah munculnya ucapan-ucapan yang tidak pantas dalam suatu sidang, baik di parlemen maupun di luar parlemen?
·      Siapa yang harus bertanggung jawab dalam hal kesantunan berbahasa ini?
·      Masalah yang cukup ramai adalah mengenai sejumlah katra dalam bahasa perundang-undangan yang ternyata dapat ditafsirkan ganda. Contoh yang belakangan ini ramai adalah adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa pasal 55 UU N0. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bertentangan dengan pasal 24A ayat (5) UUD 1945. Pada pasal ini ada frase “diatur dengan” yang dimaknai bahwa adanya kata “dengan” mengharuskan dibuatnya Undang-Undang baru.
·      Demikian pula dengan kata “daripada” yang terdapat pada UUD 1945, tidak sesuai dengan makna kata tersebut dalam dinamika Bahasa Indonesia. Namun haruskah UUD 1945 diamandemen?
·      Bahasa perundang-undangan terkesan panjang-panjang dan merepotkan.

F.       Panduan Teknis

1.   Format debat mengikuti Sistem Parlemen Asia, yang memungkinkan adanya interupsi dari pihak “oposisi”.
2.   Setiap sesi debat diikuti oleh 2 tim, yaitu pihak yang “yang pro” dan “yang kontra”.
3.   Anggota setiap tim berjumlah 3 orang (Pembicara I, Pembicara II, Pembicara III, dan Pembicara Akhir yang sama dengan I). Setiap pembicara akan berbicara selama 3 menit, sedang Pembicara Akhir hanya 2 menit.
4.   Interupsi yang dimungkinkan hanya dapat diajukan antara menit ke-2 dan ke-4 dengan durasi waktu paling banyak selama 30 detik.
5.   Atas interupsi yang diajukan, pembicara boleh menanggapi atau menolaknya.
6.   Kesantunan sikap maupun dalam berbahasa adalah sebuah keharusan, yang jika tidak diindahkan akan berpengaruh pada total penilaian.
7.   Bahasa Indonesia yang dipergunakan adalah bahasa Indonesia ragam formal yang dikemukakan dengan sopan dan elegan.

·          Urutan Berbicara

Berselang-seling          : 1 Pembicara I “yang pro”
                                                          1a Pembicara I “yang kontra”
                                                  2 Pembicara II “yang pro”
                                                          2a Pembicara II “yang kontra”
                                                  3 Pembicara III “yang pro”
                                                          3a Pembicara III “yang kontra”
                                                  4 Pembicara Penutup (I) “yang pro”
                                                          4a Pembicara Penutup (I) “yang kontra”
·          Muatan Pembicaraan

Ø    Pembicara I: mengemukakan hal-hal yang mendasar, prinsip, terminologis, atau ya`ng definitif.
Ø    Pembicara II: memberikan argumentasi atas hal-hal yang dikemukakan oleh Pembicara I.
Ø    Pembicara III: menegaskan pembicaraan dengan penjelasan-penjelasan yang bercontoh, khas, dan faktual.
Ø    Pembnicara Akhir (I) menyampaikan rangkuman atau kesimpulan atas paparan yang telah dikemukakan.

·          Tugas Pembicara

Ø                            Pembicara I “yang pro”: menjelaskan dengan terang pemahaman dasar topik debat.
o     Pembicara I “yang kontra”: menyanggah paparan Pembicara “yang pro”.
Ø                            Pembicara II “yang pro”: menolak Pembicara I “yang kontra”.
o     Pembicara II “yang kontra”: menyangkal tolakan Pembicara I “yang pro” sambil menegaskan dukungan terhadap Pembicara I “yang kontra”.
Ø                            Pembicara III “yang pro”: menyangkal pendapat Pembicara II “yang kontra”.
o     Pembicara III “yang kontra”: menegaskan kembali pandangan Pembicara I “yang kontra”.
Ø                            Pembicara Akhir (I “yang pro”) menegaskan atau merangkum seluruh sikap kelompok “yang pro” dan menggarisbawahi argumen yang penting serta meyakinkan juri maupun hadirin akan tepatnya sikap atau pandangan mereka.
o     Pembicara Akhir (I “yang kontra”) menegaskan ketidaksepahaman mereka dengan pendapat atau pandangan kelompok “yang pro” sambil mengajukan kembali butir-butir ketidaksepahaman itu.


G.      Lingkup Argumen: CERDAS

Para pembicara diharap menerapkan pola debat dengan argumen yang “cerdas”.
Cepat: pembicaraan harus dikemukakan dengan cepat namun jelas.
Efektif: pembicaraan tidak boleh melantur ke mana-mana; harus fokus dan tidak bertele-tele atau banyak memakai hal-hal yang mubazir.
Rasional: dasar pembicaraan harus bernalar dan masuk akal.
Digdaya: pembicaraan harus mampu menunjukkan wawasan atau pengetahuan mengenai bahasa Indonesia yang baik, teoretis maupun praktis.
Argumentatif: pembicaraan harus masuk wilayah perdebatan; bukan sekadar perian atau naratif belaka.
Santai: pembicaraan harus menunjukkan keeleganan dengan penampilan yang tidak kaku melainkan santai, namun tetap memperlihatkan keseriusan.


H.      Waktu Pelaksanaan

Kegiatan Debat Bahasa Indonesia ini akan diselenggarakan pada tanggal 25 – 29 Oktober  2010


Jadwal Kegiatan dan Tempat Lomba


No
Tanggal
Waktu
Kegiatan
Tempat
1
Senin
08-11-2010
07.00 – 12.00 wib
Registrasi Peserta
Hotel Shapir Yogyakarta


13.00 – 14.00 wib
Chek In Peserta
Hotel Shapir Yogyakarta


15.00 – 17.00 wib
TCM
Hotel Shapir Yogyakarta


19.00 – 21.00 wib
Pembukaan
Hotel Shapir Yogyakarta
2
Selasa
09-11-2010  
08.00 wib - selesai
Pelaksanaan lomba
Debat bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
Hotel Shapir Yogyakarta
3
Rabu
10-11-2010

08.00 wib - selesai
Pelaksanaan lomba
Debat bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
Hotel Shapir Yogyakarta
4
Kamis
11-11-2010
08.00 wib - selesai
Pelaksanaan lomba
Debat bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
Hotel Shapir Yogyakarta
5
Jumat
12-11-2010
08.00 wib 15.00



Pelaksanaan lomba Debat bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
Hotel Shapir Yogyakarta


19.00 wib selesai

Penutupan
Hotel Shapir Yogyakarta
6
Sabtu
13-11-2010
10.00 wib
Check Out
Hotel Shapir Yogyakarta

I.        Bagan Debat

 















                   _____  _____  _____  _____  _____  _____  _____  _____  _____
                   _____  _____  _____  _____  _____  _____  _____  _____  _____
                   _____  _____  _____  _____  _____  _____  _____  _____  _____
J.        Kriteria Penilaian

Kriteria penilaian Debat Bahasa Indonesia ini didasarkan atas tiga komponen utama yaitu :
(a) kompetensi berbahasa formal,
(b) nalar atau argumen dalam berpendapat atau dalam menyangkal pendapat,
(c) kesopanan dan ketertiban dalam penampilan ketika tengah berdebat.

Sedangkan komposisi bobot penilaian adalah 45% untuk (a), 35% untuk (b), dan 20% untuk (c) dengan kemungkinan nilai antara 60 sampai dengan 100 untuk tiap-tiap komponen.


K.      Skema Penyisihan

Mengingat bahwa terdapat 33 provinsi di Indonesia maka pada babak penyisihan setiap 3 kelompok wakil provinsi akan saling berhadapan yang ditentukan berdasarkan undian, untuk kemudian dipilih sebuah kelompok yang paling unggul. Dari babak ini akan dihasilkan 11 kelompok semifinalis yang akan dikerucutkan lagi menjadi 4 finalis.

Dari 11 semifinalis ini tiga kelompok akan saling mengalahkan untuk memperoleh kesempatan sebagai finalis, sedangkan ada satu sesi yang hanya diikuti oleh dua kelompok. Agar penyeleksian ini berjalan dengan terbuka dan tidak menimbulkan kecurigaan, hal ini akan diumumkan terlebih dahulu kendati system pengelompokannya sama, yaitu melalui pengundian.

Setelah diperoleh 4 besar berdasarkan total nilai yang diperoleh selama mengikuti babak final, maka akan ditetapkan :
·          Juara I
·          Juara II
·          Juara III
·          Juara Harapan
·          Pembicara Terbaik ( 3 orang )










          1                                    
          2                           1
          3                                                       
          4
          5                           2                           1
          6                                             
          7
          8                           3
          9                          
          10
          11                         4
          12                        
          13
          14                         5                           2
          15                                           
          16
          17                         6
          18                        
19
20                         7                           3
21                        
22
23                         8
24                        
25
26                         9
27                        
28
29                         10
30                        
31                                                      4
32                         11
33               



L.       Peralatan yang Diperlukan

1.   5 buah meja panjang yang dapat menampung 3 orang.
2.   15 kursi untuk peserta, juri, dan penjaga lonceng.
3.   Lonceng penanda waktu.
4.   Bendera kuning dan merah untuk kelompok yang melanggar peraturan dan yang akhirnya terpaksa harus didiskualifikasi.
Peralatan tulis yang memadai untuk juri.